python-ogre.org - Penderitaan panjang dialami pejuang kanker dan keluarganya. Semangat dan keyakinan untuk sembuh menjadi modal utama bertahan hidup dan lepas dari kanker.
Adalah Syamsinar, salah seorang ibu di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah yang mendampingi putrinya, Nuriana, menjalani pengobatan kanker otak.
Bermula lima tahun lalu, saat berumur 6 tahun, Nuri tiba-tiba terjatuh di kamar mandi.
Syamsinar menyampaikan, CT scan kala itu menunjukkan bahwa sang putri terkena hidrosefalus, juga tumor otak.
"Waktu itu Nuri koma tidak sadarkan diri. Kata dokternya gimana pun caranya harus dirujuk ke Semarang karena dokter nggak berani menjamin," cerita dia kepada python-ogre.org, Jumat (3/2/2023).
Kala itu, dokter tak berani merujuk Nuri ke Rumah Sakit di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, lantaran harus menempuh perjalanan darat selama berjam-jam. Akhirnya dokter pun merujuk ke Semarang agar lebih cepat karena bisa ditempuh lewat perjalanan udara.
Setibanya mereka di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang, Jawa Tengah, Nuri pun menjalani operasi hidrosefalus.
Selang satu minggu kemudian, Nuri kembali menjalani operasi untuk mengangkat sel kanker yang mendiami otaknya.
Bersama dengan Syamsinar yang setia menemani, terhitung satu bulan penuh Nuri mendiami salah satu ranjang rumah sakit.
"Waktu itu cuma saya sendiri yang menemani, posisi jauh juga, terkendala biaya juga, jadi saya sendiri yang menemani. Ayahnya bekerja di sini. Kalau keluarga aslinya dari Aceh, kami di sini posisinya merantau," kenang Syamsinar.
Baca juga: 35 Link Twibbon Hari Kanker Sedunia 2023
Kelegaan lantaran sang anak kembali sehat usai operasi, tak berlangsung lama. Jantung Syamsinar kembali bertalu saat sakit yang mendera Nuri tiba-tiba kambuh.
Syamsinar dan Nuri pun kembali terbang ke Semarang untuk menjalani pengobatan. Tak kembali dibuka, dokter kala itu memilih memasang sebuah alat di bagian kepala putrinya.
"Dipasanglah alat seperti karet agak menonjol di kepalanya, biar nggak usah operasi bolak-balik. "(Sampai sekarang) masih, alatnya masih dipakai di kepalanya, cuma alhamdulillah nggak ada ngeluh-ngeluh sakit lagi," imbuh dia.
Dengan suara bergetar, Syamsinar menceritakan bahwa hatinya hancur melihat sang putri harus melewati penyakit dan pengobatan yang menyakitkan.
"Kita tahu waktu itu dia sakitnya luar biasa kita tahu, tetapi dia tidak menangis, tidak rewel. Malahan dia yang menguatkan saya, melihat saya menangis, 'mama, jangan menangis,' katanya. 'Adek aja kuat, adek mau sembuh ma'," kenangnya.
Menurut Syamsinar, Nuri saat itu terlihat seperti orang dewasa yang tampak tegar menghadapi penyakitnya.
Baca juga: Hari Kanker Sedunia 2023: Sejarah, Tema, dan Twibbonnya
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.